Kacamatanegeri.com, PENAJAM– Eks karyawan PT Bina Mulya Berjaya didampingi pengacaranya menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Rabu (7/5/2025). Guna menuntut haknya usai diganjar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Adalah Hasanudin (46) dan Sarmani (41) yang menuntut perusahaan logistik yang beralamat di Jl Provinsi, Km 19, Kelurahan Petung, PPU, tempat keduanya bekerja untuk segera membayar pesangonnya sesuai peraturan yang berlaku.
Pengacara Hendri membenarkan, bahwa keduanya telah di PHK dari PT Bina Mulya Berjaya sejak 24 April 2025.
“Saya selaku pengacara dari kedua karyawan yakni Hasanudin (46) dan Sarmani (41) yang membenarkan, bahwa kedua orang tersebut telah di PHK dari PT Bina Mulya Berjaya sejak 24 April 2025,” ujar
Hal ini kata Hendri, kedua kliennya menuntut pesangonnya dibayar sesuai peraturan yang berlaku oleh perusahaan logistic yang beralamatkan di Jl Provinsi, Km 19, Kelurahan Petung, PPU.
“Kalau terkait dengan pertemuan RDP hari ini kan sebenarnya kami secara mediasi memang tripartit sudah berjalan di Disnakertrans PPU sudah dua kali dan besok pertemuan terakhir,” ujarnya.
Hendri menjelaskan, RDP ini terkait dengan pesangon yang harus diberikan oleh perusahaan kepada dua karyawan yang statusnya sudah di PHK.
“Nah, kalau yang di sana kita masih berselisih terkait dengan besaran yang harus dibayarkan. Kita masih belum mencapai titik temu, mudah-mudahan besok ada titik temunya,” tambahnya.
Hendri mengatakan, jika pertemuan terakhir yang dijadwalkan dalam seminggu mendatang tetap tidak ada titik temu, maka otomatis akan dilanjutkan untuk bersengketa di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Nah, kalau yang hari ini memang sengaja kita menyampaikan surat permohonan RDP ke DPRD Komisi I, dalam rangka terkait dengan PT Bina Mulia Berjaya, kita mendapatkan laporan dari klien kami dua orang yang di PHK itu ada beberapa permasalahan,” terangnya.
THR Tidak Pernah Diberikan Sejak 2019
Hendri mengatakan, bukan hanya permasalahan PHK namun ada hal lain seperti Tunjangan Hari Raya (THR) yang tidak pernah diberikan oleh pihak perusahaan terhadap karyawan selama bekerja sejak tahun 2019.
“Bukan hanya yang dua karyawan ini saja, karyawan yang lain juga tidak pernah mendapatkan THR, hanya terakhir di 2025 kemarin diberikan Rp 1 juta itu pun bentuknya bukan THR,” paparnya.
Namun begitu pihak perusahaan yang diwakili oleh HRD PT Bina Mulya Berjaya sudah mengakui bahwa selama ini tidak pernah memberikan THR sejak tahun 2019 sampai 2025.
“Belum pernah diberikan, kalau yang selama ini diberikan itu pun nilainya kecil hanya Rp 250 ribu, Rp 500 ribu, terakhir Rp 1 juta. tapi bukan THR, hanya semacam pemberian bonus, tapi tidak disebutkan juga karena langsung masuk ke dalam rekening,” ulasnya.
Selanjutnya Hendri mengatakan, bahwa pihak perusahaan selama ini tidak pernah memberikan hak cuti bagi karyawan. Tidak hanya itu bahwa upah atau gaji yang selama ini diterima karyawan juga dianggap tidak sesuai.
“Memang dilakukan berdasarkan pada sistem ritase sebagai pengganti upah kerja, tapi di dalam kontrak perjanjian kerjasamanya itu tidak jelas berapa harga ritasenya dan sebagainya tidak jelas,” ungkapnya.
Hendri menambahkan dengan membawa perkara tersebut kepada DPRD adalah hal yang tepat agar proses mediasi dan tindak lanjut terkait perizinan perusahaan dapat di selesaikan dengan baik.
“Kita mengharapkan di Komisi I untuk juga menindaklanjuti perusahaan ini, bukan hanya terkait dengan upah dan sebagainya, tapi termasuk juga dengan perizinan dan sebagainya,” harapnya.
Hendri berharap, pihak perusahaan dapat menyelesaikan terkait pembayaran pesangon terhadap dua karyawan yang bernama Hasanudin (46) dan Sarmani (41) yang statusnya sudah di PHK sejak 24 April 2025.
“Kalau yang kita tuntut sebenarnya, berdasarkan kesepakatan terakhir, apa-apa yang harus dibayar itu kan dari kami sudah membuat hitung-hitungan. Bahwa untuk saudara Hasanudin itu besarannya Rp 186 juta dan saudara Sarmani Rp 129 juta,” tutupnya. (*/ant/dwn)