Kacamatanegeri.com, PENAJAM– Ratusan warga Desa Sotek menggelar aksi demo di depan kantor DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Senin (19/5/2025). Menuntut kejelasan dan pengakuan lahan pertanian yang telah digarap warga selama puluhan tahun, namun diklaim bagian dari konsesi perusahaan pemegang izin usaha pengelolaan kayu.
Ketua Komisi I DPRD PPU, Ishak Rachman mengatakan, langkah awal yang akan dilakukan DPRD, mengumpulkan dan menyinkronkan seluruh data terkait status lahan ke Kementerian Kehutanan. Karena peta kawasan yang diterima dari berbagai instansi ternyata berbeda-beda.
“Kita lakukan lagi pengumpulan data, lalu langkah kita selanjutnya adalah ke Kementerian Kehutanan untuk memperjelas status lahan ini. Karena antara peta-peta yang diterima itu berbeda semua kawasannya. Ini harus disinkronkan ke Kementerian,” ujarnya rapat bersama perwakilan demonstran.
Ishak menjelaskan, bahwa status lahan yang dipersoalkan merupakan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), yang diperuntukkan bagi kegiatan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), bukan untuk tanaman sawit.
“Status lahan memang KBK, dan itu tidak bisa dimasukkan tanaman sembarangan. Tapi memang dulu ada program dari perusahaan sebelumnya, BFI, yang membina masyarakat menanam sawit. Mungkin dari situ warga lain ikut juga menanam,” jelasnya.
Menurut Ishak, kemitraan resmi yang dijalankan antara perusahaan dan masyarakat melalui Kelompok Tani Hutan (KTH) seharusnya hanya untuk tanaman kayu-kayuan, bukan sawit. “Kita luruskan, KTH itu mitra perusahaan yang bergerak di bidang tanaman kayu-kayuan, bukan sawit,” tegasnya.
Ishak menerangkan, soal perbedaan data lahan yang digarap warga dan klaim perusahaan, bahwa PT Belantara Subur sebagai pemegang izin memang memiliki dua izin, yaitu HPH dan HTI. Kedua izin ini sah dan legal, dengan izin HTI berlaku hingga tahun 2054.
“Belantara Subur itu memiliki dua izin, HPH dan HTI. Jadi harus diluruskan. Dari versi masyarakat, lahan yang digarap itu sekitar 5.000 hektar. Sementara versi perusahaan sekitar 6.800 hektar. Ini yang akan diinventarisir dalam satu bulan ke depan,” terangnya.
Ishak menegaskan, bahwa DPRD bukan lembaga eksekutor, melainkan fasilitator yang bertugas menampung semua aspirasi.
“Kami memfasilitasi semua sisi. Semua harus kami layani. Tidak ada deadlock, rapat berjalan lancar, ada dinamika, ada pendapat yang ingin dipertahankan, itu hal biasa,” kata dia.
Ishak menambahkan, hasil rapat dituangkan dalam berita acara dan DPRD akan melanjutkan rapat lanjutan satu bulan kedepan, tepatnya 19 Juni 2025. Seluruh instansi terkait, termasuk KPHP Bongan dan BPN, telah menyerahkan data.
“Kita tidak ingin melanggar regulasi, tapi kita juga harus melindungi hak warga negara yang sudah lama menggarap lahan itu. Tugas kami menjembatani antara DPRD dengan eksekutif ini sama-sama, termasuk Kementerian, kita tetap melindungi hak-hak warga negara dengan tidak melangggar aturan,” tutupnya. (*/ant/dwn)