KACAMATANEGERI.COM, PPU- Pasukan Merah Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) meriahkan Festival Nondoi Belian Adat Paser dengan Tarian Perang adat Dayak Kalimantan menjaga tradisi leluhur tetap kokoh berdiri di era modernisasi saat ini.
Festival tahunan ini diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (Pemkab PPU) melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) PPU bekerja sama Lembaga Adat Paser (LAD).
“Harapan kami dari kegiatan seperti ini bisa meningkatkan aktivitas adat dan budaya yang harus kita kembangkan sepanjang zaman,” ujar Penasehat Pasukan Merah TBBR, Darjat, yang ditemui saat festival berlangsung di Rumah Adat Kuta Rekan Tatau, Nipah-nipah Km 9, Kecamatan Penajam, Senin (28/10/2024).
Bersama 50 anggotanya yang terdiri dari pemuda-pemudi pasukan merah, berkostum khas Dayak penuh warna seperti, merah, kuning, dan hitam. Lengkap dengan aksesori seperti kalung, gelang, dan hiasan kepala.
“Kami akan menampilkan seni budaya tarian dan kemungkinan ada atraksinya juga,” ungkapnya.
Sebelum memulai pementasan, kata Drajat, mereka selalu memulai dengan ritual menyalakan dupa. Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya, sebagai bentuk penghormatan kepada roh nenek moyang.
“Sebagai adat dan budaya kita sebagai orang Paser supaya tidak hilang di era saat ini,” terangnya.
Kehadiran Pasukan Merah TBBR dalam Festival Nondoi ini tentunya semakin memperkaya khazanah budaya di Kabupaten PPU.
Yang diharapkan semangat pelestarian budaya dapat terus terjaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.
“Artinya untuk tradisi paser inilah, adat dan budaya kita dengan beberapa macam lembaga-lembaga adat untuk semakin dikembangkan ke depannya,” harapnya.
Tampak penari menggunakan tameng dan mandau, senjata tradisional Dayak yang berbentuk parang, memiliki makna simbolis dalam konteks budaya.
Diringi musik tradisional dan dipadu dengan gerakan tubuh yang lincah serta berirama, tarian perang ini menyimpan pesan mendalam tentang identitas, kebersamaan, dan keberanian, serta penghormatan terhadap para leluhur.
Meskipun semangat pelestarian budaya semakin tumbuh, namun tantangan tetap ada. Salah satunya adalah pengaruh modernisasi yang dapat menggeser minat generasi muda terhadap tradisi. Untuk itu, perlu adanya upaya kreatif dalam mengemas nilai-nilai budaya agar tetap relevan dengan zaman sekarang. (*/ni/d1)