Komisi II DPRD PPU Inisiasi Perda Perlindungan Anak dan Profesi Guru

Uncategorized78 Dilihat
banner 468x60

Kacamatanegeri.com, PPU- Ketua Komisi II, Dewan Perwakilan Takyat Daerah (DPRD) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Tohiron menyampaikan, bakal menginisiasi adanya Peraturan Daerah (Perda) perlindungan anak dan guru di sekolah.

Hal ini disampaikannya menanggapi maraknya kasus bullying di sekolah dan kekhawatiran terhadap guru yang tidak mendisiplinkan siswa.

banner 336x280

“Sehingga sudah waktunya bagi pemerintah, penegak hukum kemudian pengelola sekolahan ini harus duduk bersama. Kedepan kami akan menginisiasi Perda terkait dengan peran perlindungan anak dan perlindungan profesi guru di sekolah dasar dan menengah,” ujar Tohiron, saat ditemui media, Senin (4/11/2024).

Ia menegaskan, pentingnya keseimbangan antara perlindungan anak dan kewenangan guru dalam mendidik.

Ia khawatir jika tidak ada aturan yang jelas, guru akan tidak mendisiplinkan siswa karena takut dilaporkan. Di sisi lain, siswa juga bisa menjadi korban bullying tanpa ada perlindungan yang memadai.

“Jangan sampai guru-guru ini tidak mau bekerja karena dihantui oleh pelaporan dan jangan juga anak-anak ini tidak mau belajar karena takut dibully temannya, termasuk takut dihukum oleh gurunya. Sehingga dalam menghukum itu seorang guru juga harus terukur cara menghukumnya,” tegasnya.

Perda yang akan disusun ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua pihak dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif.

Selain itu, Perda ini juga diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi guru dalam menjalankan tugasnya.

“Bukan seperti restorasi justice, kalau itu kan terkait dengan kesepakatan mana yang boleh ditindak dan mana yang masih bisa diampuni. Tapi ini lebih kepada pendekatan secara kultur. Jadi, jangan sampai hukum ini menjadi penghambat pola pendidikan,” jelasnya.

Salah satu tantangan dalam penyusunan Perda ini adalah menentukan batasan yang jelas mengenai tindakan disiplin yang diperbolehkan bagi guru.

Pasalnya, apa yang dianggap sebagai hukuman yang wajar bagi satu anak, belum tentu dianggap wajar bagi anak lainnya.

“Nah ini harus ada titik temunya. Nanti akan kita coba fasilitasi kepada pengelola-pengelola pendidikan. Bagaimana aplikasinya nanti supaya anak yang dihukum ini bukan jerah tetapi termotivasi. Ini perlu diformulasikan,” pungkasnya. (*/ni/d1)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *