Kacamatanegeri.com, PENAJAM– Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menyayangkan sikap salah satu perusahaan logistik, PT Bina Mulya Berjaya yang beralamat di Jl Provinsi, Km 19, Kelurahan Petung, PPU atas pemenuhan hak karyawan yang diberikan tidak sesuai aturan yang berlaku.
Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD PPU bersama karyawan dan perwakilan manajemen PT Bina Mulya Berjaya di Ruang Rapat, Lantai III, Gedung DPRD PPU, Rabu (7/5/2025).
RDP itu membahas adanya laporan 2 mantan karyawan yang bekerja sebagai supir truk pengangkut semen Conch dan sudah di PHK sejak April 2025. Yang dimana keduanya melapor tidak mendapat hak karyawan sepenuhnya selama bekerja di PT Bina Mulya Berjaya.
Kepala Disnakertrans PPU, Marjani Ali mengatakan, setidaknya ada lima hal yang harus selesaikan oleh PT Bina Mulya Berjaya yaitu terkait kompensasi THR, kemudian kompensasi pesangon.
“Berikutnya ada kompensasi cuti, termasuk ada kurang bayar ritase dan kompensasi gaji pokok, yang penting lima komponen itu harus disepakati,” ujarnya.
Marjani menegaskan, jika pihak perusahaan tidak memenuhi lima komponen yang sudah disepakati, maka akan dilanjutkan ke jalur Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Jadi menurut Disnakertrans sudah cukup memberikan kesempatan bagi PT Bina Mulya Berjaya untuk bisa segera memenuhi tuntutan tersebut.
“Besok harus datang untuk menyelesaikan, kalau tidak mau dilanjutkan ke PHI,” tegasnya.
Marjani berharap, pihak PT Bina Mulya Berjaya dapat segera memenuhi hak-hak karyawan dan harus menjadi perhatian serius bagi pemilik perusahaan.
“Harapan saya tidak berimbas terhadap pekerja yang lain, agar tidak terulang kembali hal seperti ini lagi,” harapnya.
DPRD PPU Geram Pimpinan Perusahaan Tidak Hadir dalam RDP
Sementara Ketua Komisi I DPRD PPU, Ishak Rachman yang memimpin RDP menyayangkan sikap dari pihak PT Bina Mulya Berjaya yang dianggap kurang koperatif, menurutnya pimpinan perusahaan tersebut semestinya hadir di dalam RDP sehingga dapat memberi keterangan secara langsung.
“Memang sempat memanas dari awal, karena yang didatangkan bukan manajemen, tapi pengacara.
Saya bilang, ini mengabaikan tugas DPRD sebagai lembaga representatifnya masyarakat PPU,” sesalnya.
Ishak mengungkapkan, jika pihak PT Bina Mulya tidak ada itikad untuk melengkapi dokumen perizinan sesuai peraturan yang ada di OSS, selanjutnya adalah kewenangan ada di pemerintah kabupaten (Pemkab) yang memiliki kapasitas jika harus dilakukan penutupan sementara.
“Ya kita merekomendasikan, terkait adanya temuan-temuan pelanggaran, tinggal pemerintah daerah. Rekomendasi kami jelas, bahwa kalau memang di aturan OSS ditutup, ya silahkan pemerintah. Kapasitas ini kan ada di kepala daerah, bukan DPRD,” ungkapnya. (*/ant/dwn)