Kacamatanegeri.com, PENAJAM– Demi mewujudkan inovasi pertanian yang optimal, Dinas Pertanian Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menerapkan Peraturan Bupati (Perbup) terkait sistem budidaya pertanian organik di PPU. Melalui pendekatan budidaya tanaman sehat, serta layak konsumsi sesuai LSO.
Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Dinas Pertanian PPU, Gunawan mengatakan, bahwa pertanian konvensional ini sudah tidak relevan untuk dilaksanakan di PPU, karena unsur PH tanah yang rendah. Ditambah exploitasi dengan pemberian pupuk kimia yang berlebihan.
“Itu yang pertama, kemudian yang kedua menjadikan petani ini seakan-akan di bilang ketergantungan tidak juga lah, tapi kita buka wawasannya petani ini pelan pelan,” tuturnya pada Jumat (14/2/2025).
Menurut Gunawan, hal utama untuk meningkatkan produksi pertanian khususnya padi, yang ada di PPU, hanya satu. Yaitu perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dapat dikerjakan dengan beberapa hal tetapi yang paling utama adalah memberikan pupuk organik.
“Dari pupuk kotoran hewan ataupun pupuk organik yang berasal dari sisa-sisa panen, ataupun pupuk hayati yang memang diproduksi oleh pabrikan, itu yang paling utama,” ujarnya.
Gunawan menerangkan, dengan memberikan bahan organik sebanyak-banyaknya. Tanpa diberi kapur pun sedikit demi sedikit PH nya akan naik. Terlebih jika diberi kapur atau asam humat, maka akan jauh lebih ideal untuk menuju kelayakan.
“Untuk memenuhi syarat tumbuh daripada padi itu kan antara 6 sampai dengan 7,5 PH nya, yang ada rata-rata 4, bahkan yang ekstrem kurang dari 4 pun ada, yaitu 3 setengah itu ada juga kita. Nah ini yang menjadikan provitas kita itu juga tidak naik,” keluhnya.
Gunawan mengakui, bahwa pertanian organik itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Ia kini tengah melaksanakan Perbub berkaitan dengan sistem budidaya pertanian organik yang ada di PPU, dengan pendekatan budidaya tanaman sehat. Seperti yang pernah di terapkan sebelumnya.
“Artinya budidaya tanaman sehat itu kita menggunakan input sebanyak-banyaknya untuk bahan organik,” ulasnya.
Kemudian lanjutnya di dalam pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman (HPT) nya itu juga menggunakan racun itu sebagai langkah terakhir.
“Jika hal itu memang sudah melampaui ambang batas pengendalian, itu baru kita racun. Tapi sebelum itu kita menggunakan secara hayati,” imbuhnya.
Gunawan mencontohkan, cara hayati biologi tersebut, bisa dilakukan dengan menanam berbagai macam tanaman refugia. Yang ada di pematang sawah, dapat di tanami dengan berbagai macam tumbuhan yang bisa menarik serangga, sehingga serangga tersebut tidak menyerang pada tanaman.
Selain daripada itu dapat menggunakan pestisida nabati, yaitu yang terbuat dari bahan-bahan alami, seperti daun mimba, kemudian daun sirsak, buah maja, bawang putih, kemudian ada tembakau.
“Tapi pestisida nabati atau pestisida organik ini yang dijual di pasaran sudah ada, jadi ada beberapa merk yang sudah dijual di lapangan,” tambahnya.
Gunawan berharap, dengan cara tersebut selama kurun waktu 3 tahun, sudah bisa ke organik sekalipun tidak murni. Minimal ada jaminan mutu swadaya yang menyatakan, bahwasanya apa yang dibudidayakan di lahan tersebut layak dikonsumsi, serta mendapatkan sertifikat dari lembaga sertifikasi organik (LSO).
“Kalau ditingkat Kementerian, Otoritas Kompetensi Pangan Organik (OKPO) harapannya” ucapnya.
Gunawan menambahkan, bahwa masih banyak PR yang harus di selesaikan oleh Dinas Pertanian. Pertama pihaknya harus melaksanakan Peraturan Bupati berkaitan dengan pengelolaan pertanian organik, selanjutnya harus mempersiapkan lembaga jaminan sertifikasi Swadaya. (*/ant/dwn)