KACAMATANEGERI.COM, JOGJAKARTA – Para pemimpin daerah penghasil migas dari Kalimantan dan Sulawesi menyuarakan kegelisahan mendalam terhadap model pengelolaan kekayaan alam yang ada.
Pernyataan tersampaikan dalam forum tingkat tinggi dengan SKK Migas dan Kementerian ESDM. Yang dimana Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor, dan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, kompak menuntut peningkatan kewenangan dan peran aktif daerah, serta mendesak agar praktik menjadikan daerah sebagai penonton dihentikan.
Tuntutan tersebut menjadi inti dari Upstream Oil and Gas Executive Meeting Wilayah Kalimantan dan Sulawesi Tahun 2025 yang digelar di Hotel Tentrem, Jogjakarta, pada 29–30 Oktober 2025.
Pertemuan penting ini mengangkat tema “Kolaborasi Hulu Migas dan Daerah Penghasil Migas untuk Peningkatan Lifting dan Pembangunan Daerah.”
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, memberikan sorotan paling tajam mengenai dampak finansial yang dialami daerah penghasil.
Ia mengungkapkan data yang mencemaskan mengenai penurunan drastis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kaltim.
“Kita lihat contohnya Kabupaten Kutai Kartanegara, yang dulu APBD-nya bisa mencapai Rp17 triliun bahkan Rp14 triliun, tetapi kini turun drastis hingga di bawah Rp6 triliun. Hampir seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur juga mengalami penurunan karena adanya pemotongan sekitar 73 persen,” ungkap Rudy.
Atas dasar fakta penurunan pendapatan ini, Rudy Mas’ud mendesak perlunya perubahan paradigma.
“Kami tidak berharap banyak, tetapi paling tidak daerah ini diberikan kesempatan untuk tidak hanya menjadi penonton, melainkan juga ikut berperan sebagai pemain utama yang terlibat langsung dalam proses kegiatan hulu migas,” tegasnya.
Penguatan Kolaborasi dan Kewenangan
Senada dengan Gubernur, Bupati PPU Mudyat Noor mengatakan, sinergi harus diikuti dengan pemerataan manfaat ekonomi yang nyata. Ia secara spesifik menyoroti perlunya penguatan Transfer Keuangan Daerah (TKD) melalui kewenangan yang lebih besar.
“Kami berharap SKK Migas maupun perwakilan Kementerian ESDM yang hadir dapat mengkolaborasikan bagaimana dampak TKD bisa diikuti dengan pemberian kewenangan lebih besar bagi daerah penghasil, agar tidak hanya menjadi penonton dalam pengelolaan potensi sumber daya alamnya,” ucap Mudyat.
Menurutnya, penguatan kolaborasi dan kewenangan ini adalah kunci untuk mempercepat pembangunan daerah, sekaligus mendukung pencapaian target produksi nasional secara berkelanjutan yang akhirnya berujung pada kesejahteraan masyarakat PPU.
SKK Migas Wilayah Kalimantan dan Sulawesi mengapresiasi dialog ini. Menyebut bahwa wilayah kerja Kalimantan dan Sulawesi merupakan kontributor signifikan, menyumbang sekitar 42 persen terhadap produksi migas nasional. Kegiatan hulu migas berperan vital dalam menopang ketahanan energi nasional, meningkatkan penerimaan negara, serta menjadi penggerak ekonomi daerah.
Pihak SKK Migas berharap, sinergi yang terbangun melalui forum ini akan melahirkan multiplier effect besar bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan penciptaan lapangan kerja, seraya menyambut baik usulan Gubernur Kaltim agar program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) KKKS diselaraskan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). (ym)












